Tatacara Menghitung Harta Waris Dan Ketentuannya, PLUS Software Penghitung Harta Waris,
Oleh: Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron
Problema keluarga sehubungan dengan
pembagian harta waris atau pusaka, akan bertambah rumit manakala
diantara para ahli waris ingin menguasai harta peninggalan, sehingga
berdampak merugikan orang lain.
Tak ayal, permusuhan antara satu dengan
lainnya sulit dipadamkan. Akhirnya solusi yang ditawarkan dalam
pembagian waris tersebut ialah dengan dibagi sama rata. Atau ada juga
yang menyelesaikannya di meja pengadilan dan upaya lainnya.
Sebagai kaum Muslimin, sesungguhnya untuk
menyelesaikan permasalahan waris ini, sehingga persaudaraan di dalam
keluarga tetap terjaga dengan baik, maka tidak ada jalan lain kecuali
kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari
sinilah penulis ingin menyampaikan perkara ini. Meski singkat, kami
berharap semoga bermanfaat.
SIAPAKAH YANG BERWENANG MEMBAGI HARTA WARIS?
Adapun yang berwenang membagi harta waris atau yang menentukan bagiannya yang berhak mendapatkan dan yang tidak, bukanlah orang tua anak, keluarga atau orang lain, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia-lah yang menciptakan manusia, dan yang berhak mengatur kebaikan hambaNya.
Adapun yang berwenang membagi harta waris atau yang menentukan bagiannya yang berhak mendapatkan dan yang tidak, bukanlah orang tua anak, keluarga atau orang lain, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia-lah yang menciptakan manusia, dan yang berhak mengatur kebaikan hambaNya.
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan…”[An-Nisa : 11]
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah,
(yaitu) jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan…” [An-Nisa : 176]
Sebab turun ayat ini, sebagaimana
diceritakan oleh sahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai
Rasulullah, apa yang harus aku lakukan dengan harta yang kutinggalkan
ini”? Lalu turunlah ayat An-Nisa ayat 11. Lihat Fathul Baari 8/91,
Shahih Muslim 3/1235, An-Nasa’i Fil Kubra 6/320
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu
berkata, datang isteri Sa’ad bin Ar-Rabi’ kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan membawa dua putri Sa’ad. Dia (isteri Sa’ad)
bertanya :”Wahai Rasulullah, ini dua putri Sa’ad bin Ar-Rabi. Ayahnya
telah meninggal dunia ikut perang bersamamu pada waktu perang Uhud,
sedangkan pamannya mengambil semua hartanya, dan tidak sedikit pun
menyisakan untuk dua putrinya. Keduanya belum menikah….”. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahlah yang akan memutuskan
perkara ini”. Lalu turunlah ayat waris.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memanggil paman anak ini, sambil bersabda : “Bagikan kepada dua putri
Sa’ad dua pertiga bagian, dan ibunya seperdelapan Sedangkan sisanya
untuk engkau”[Hadits Riwayat Ahmad, 3/352, Abu Dawud 3/314, Tuhwatul
Ahwadzi 6/267, dan Ibnu Majah 2/908,Al-Hakim 4/333,Al-Baihaqi 6/229.
Dihasankan oleh Al-Albani. Lihat Irwa 6/122]
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah,
bahwa yang berwenang dan berhak membagi waris, tidak lain hanyalah
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan Allah mempertegas dengan firmanNya
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (ini adalah ketetapan dari Allah), dan firmanNya
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ (itu adalah ketentuan Allah). Lihat surat An
Nisa` ayat 11,13 dan 176.
Ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala
adalah sangat tepat dan satu-satunya cara untuk menanggulangi problema
keluarga pada waktu keluarga meninggal dunia, khususnya dalam bidang
pembagian harta waris, karena pembagian dari Allah Jalla Jalaluhu pasti
adil. Dan pembagiannya sudah jelas yang berhak menerimanya..Oleh sebab
itu, mempelajari ilmu fara’idh atau pembagian harta pusaka merupakan hal
yang sangat penting untuk menyelesaikan perselisihan dan permusuhan di
antara keluarga, sehingga selamat dari memakan harta yang haram.
Berikutnya, Allah Jalla Jalaluhu menentukan pembagian harta waris ini untuk kaum laki-laki dan perempuan. Allah berfirman.
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” [An-Nisa : 7]
Dalil pembagian harta waris secara terperinci dapat dibaca dalam surat An-Nisa ayat 11-13 dan 176.
BARANG YANG DIANGGAP SEBAGAI PENINGGALAN HARTA WARIS
Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah. Menurut bahasa, artinya barang peninggalan mayit. Adapun menurut istilah, ulama berbeda pendapat. Sedangkan menurut jumhur ulama ialah, semua harta atau hak secara umum yang menjadi milik si mayit. Lihat Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270.
Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah. Menurut bahasa, artinya barang peninggalan mayit. Adapun menurut istilah, ulama berbeda pendapat. Sedangkan menurut jumhur ulama ialah, semua harta atau hak secara umum yang menjadi milik si mayit. Lihat Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270.
Muhammad bin Abdullah At-Takruni berkata :
“At-Tarikah ialah, segala sesuatu yang ditinggalkan oleh mayit, berupa
harta yang ia peroleh selama hidupnya di dunia, atau hak dia yang ada
pada orang lain, seperti barang yang dihutang, atau gajinya, atau yang
akan diwasiatkan, atau amanatnya, atau barang yang digadaikan, atau
barang baru yang diperoleh sebab terbunuhnya dia, atau kecelakaan berupa
santunan ganti rugi. Lihat kitab Al-Mualim Fil Fara’idh hal.119
Adapun barang tidak berhak diwaris, diantaranya:
1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada isterinya semasa hidupnya. Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/429
1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada isterinya semasa hidupnya. Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/429
2. Harta yang telah diwakafkan oleh
mayit, seperti kitab dan lainnya. Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts
Al-Ilmiah wal Ifta 16/466
3. Barang yang diperoleh dengan cara
haram, seperti barang curian, hendaknya dikembalikan kepada pemiliknya,
atau diserahkan kepada yang berwajib. Lihat keterangannya di dalam kitab
Al-Muntaqa Min Fatawa, Dr Shalih Fauzan 5/238
Semua barang peninggalan mayit bukan
berarti mutlak menjadi milik ahli waris, karena ada hak lainnya yang
harus diselesaikan sebelum harta peninggalan tersebut dibagi. Hak-hak
yang harus diselesaikan sebelum harta waris tersebut dibagi ialah
sebagai berikut.
1. Mu’nat Tajhiz Atau Perawatan Jenazah
Kebutuhan perawatan jenazah hingga penguburannya. Misalnya meliputi pembelian kain kafan, upah penggalian tanah, upah memandikan, bahkan perawatan selama dia sakit. Semua biaya ini diambilkan dari harta si mayit sebelum dilakukan hal lainnya. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ (Dan kafanillah dia dengan dua pakaianya). [Hadits Riwayat Bukhari 2/656, Muslim 2/866] Maksudnya, peralatan dan perawatan jenazah diambilkan dari harta si mayit.
Kebutuhan perawatan jenazah hingga penguburannya. Misalnya meliputi pembelian kain kafan, upah penggalian tanah, upah memandikan, bahkan perawatan selama dia sakit. Semua biaya ini diambilkan dari harta si mayit sebelum dilakukan hal lainnya. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ (Dan kafanillah dia dengan dua pakaianya). [Hadits Riwayat Bukhari 2/656, Muslim 2/866] Maksudnya, peralatan dan perawatan jenazah diambilkan dari harta si mayit.
2. Al-Huquq Al-Muta’aliqah Bi Ainit Tarikah Atau Hak-Hak Yang Berhubungan Dengan Harta Waris.
Misalnya barang yang digadaikan oleh mayit, hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si mayit, sebelum hartanya di waris. Bahkan menurut Imam Syafi’i, Hanafi dan Malik. Didahulukan hak ini sebelum kebutuhan perawatan jenazah, karena berhubungan dengan harta si mayit. Lihat Fiqhul Islami wa Adillatihi 8/274. Tas-hil Fara’idh, 9. Dalilnya ialah, karena perkara ini termasuk hutang yang harus diselesaikan oleh si mayit sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 12, yaitu : “Sesudah dibayar hutangnya”.
Misalnya barang yang digadaikan oleh mayit, hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si mayit, sebelum hartanya di waris. Bahkan menurut Imam Syafi’i, Hanafi dan Malik. Didahulukan hak ini sebelum kebutuhan perawatan jenazah, karena berhubungan dengan harta si mayit. Lihat Fiqhul Islami wa Adillatihi 8/274. Tas-hil Fara’idh, 9. Dalilnya ialah, karena perkara ini termasuk hutang yang harus diselesaikan oleh si mayit sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 12, yaitu : “Sesudah dibayar hutangnya”.
3. Ad-Duyun Ghairu Al-Muta’aliqah Bit Tarikah Atau Hutang Si Mayit
Apabila si mayit mempunyai hutang, baik yang behubungan dengan berhutang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti membayar zakat dan kafarah, atau yang berhubungan dengan anak Adam, seperti berhutang kepada orang lain, pembayaran gaji pegawainya, barang yang dibeli belum dibayar, melunasi pembayaran, maka sebelum diwaris, harta si mayit diambil untuk melunasinya. Dalilnya ialah.
Apabila si mayit mempunyai hutang, baik yang behubungan dengan berhutang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti membayar zakat dan kafarah, atau yang berhubungan dengan anak Adam, seperti berhutang kepada orang lain, pembayaran gaji pegawainya, barang yang dibeli belum dibayar, melunasi pembayaran, maka sebelum diwaris, harta si mayit diambil untuk melunasinya. Dalilnya ialah.
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
“Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi madharat
(kepada ahli waris)”. [An-Nisa : 12]
4. Tanfidzul Wasiyyah Atau Menunaikan Wasiat
Sebelum harta diwaris, hendaknya diambil untuk menunaikan wasiat si mayit, bila wasiat itu bukan untuk ahli waris, karena ada larangan hal ini, dan bukan wasiat yang mengandung unsur maksiat, karena ada larangan mentaati perintah maksiat. Wasiat ini tidak boleh melebihi sepertiga, karena merupakan larangan. Dalilnya, lihat surat An-Nisa ayat 12 yaitu : “Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat”.
Sebelum harta diwaris, hendaknya diambil untuk menunaikan wasiat si mayit, bila wasiat itu bukan untuk ahli waris, karena ada larangan hal ini, dan bukan wasiat yang mengandung unsur maksiat, karena ada larangan mentaati perintah maksiat. Wasiat ini tidak boleh melebihi sepertiga, karena merupakan larangan. Dalilnya, lihat surat An-Nisa ayat 12 yaitu : “Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat”.
Jika empat perkara di ats telah
ditunaikan, dan ternyata masih ada sisa hak milik si mayit, maka itu
dinamakan Tarikah atau bagian bagi ahli waris yang masih hidup. Dan saat
pembagian harta waris, jika ada anggota keluarga lainnya yang tidak
mendapatkan harta waris ikut hadir, sebaiknya diberi sekedarnya, agar
dia ikut merasa senang, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa
ayat 8.
BAGAIMANA MENENTUKAN YANG BERHAK MENERIMA HARTA WARIS?
Sebelum harta peninggalan si mayit diwaris, hendaknya diperhatikan perkara-perkara dibawah ini.
Sebelum harta peninggalan si mayit diwaris, hendaknya diperhatikan perkara-perkara dibawah ini.
1. Al-Muwarrits (orang yang akan
mewariskan hartanya) dinyatakan telah mati, bukan pergi yang mungkin
kembali, atau hilang yang mungkin dicari.
2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris), masih hidup pada saat kematiannya Al-Muwarrits
3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan untuk kepentingan si mayit.
4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka yang paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat. Adapun caranya.
2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris), masih hidup pada saat kematiannya Al-Muwarrits
3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan untuk kepentingan si mayit.
4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka yang paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat. Adapun caranya.
a. Jika ahli waris memiliki bagian
ashabah, tidak ada yang lain, maka ta’silul mas’alahnya menurut jumlah
yang ada ; yaitu laki-laki mendapat dua bagian dari bagian wanita.
Misalnya : Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Maka angka ta’silul mas’alahnya 3, anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.
Misal lain : Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki, maka angka aslul mas’alahnya 5, maka setiap anak laki-laki = 1
Misalnya : Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Maka angka ta’silul mas’alahnya 3, anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.
Misal lain : Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki, maka angka aslul mas’alahnya 5, maka setiap anak laki-laki = 1
b. Jika ahli waris ashabul furudh hanya seorang, yang lain ashabah, maka ta’silul mas’alahnya angka yang ada.
Misalnya : Mayit meninggalkan isteri dan anak laki-laki. Maka angka ta’silul mas’alahnya 8, karena isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk anak laki-laki; isteri = 1 dan anak laki-laki = 7
Misalnya : Mayit meninggalkan isteri dan anak laki-laki. Maka angka ta’silul mas’alahnya 8, karena isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk anak laki-laki; isteri = 1 dan anak laki-laki = 7
c. Jika ahli waris yang mendapatkan
ashabul furudh lebih dari satu, atau ditambah ashabah, maka dilihat
angka pecahan setiap ahli waris, yaitu : ½, ¼, 1/6, 1/8, 1/3. 2/3.
c.1. Jika sama angka pecahannya (المماثلة ), seperti 1/3, 1/3, maka ta’silul masalahnya diambil salah satu, yaitu angka 3
c.2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki ( المداخلة ), , maka ta’silul masalahnya angka yang besar, seperti ½, 1/6, ta’silul masalahnya 6, 1/6 dari 6 = 1, sedangkan ½ dari 6 = 3
c.3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat (الـمتوافقة ) maka ta’silul masalahnya salah satu angkanya dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa dibagi dengan yang lain. Misalnya ; 1/6, 1/8, maka ta’silul masalahnya 24
c.4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (المباينة), maka ta’silul masalahnya sebagian angkanya dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa dibagi dengan angka yang lain. Misalnya : angak 2/3, ¼, maka ta’silul mas’alahnya 4 x 3 = 12
c.1. Jika sama angka pecahannya (المماثلة ), seperti 1/3, 1/3, maka ta’silul masalahnya diambil salah satu, yaitu angka 3
c.2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki ( المداخلة ), , maka ta’silul masalahnya angka yang besar, seperti ½, 1/6, ta’silul masalahnya 6, 1/6 dari 6 = 1, sedangkan ½ dari 6 = 3
c.3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat (الـمتوافقة ) maka ta’silul masalahnya salah satu angkanya dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa dibagi dengan yang lain. Misalnya ; 1/6, 1/8, maka ta’silul masalahnya 24
c.4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (المباينة), maka ta’silul masalahnya sebagian angkanya dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa dibagi dengan angka yang lain. Misalnya : angak 2/3, ¼, maka ta’silul mas’alahnya 4 x 3 = 12
d. Bila sulit memahami bagian [c1-c4],
maka bisa memilih salah satu dari angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 untuk
dijadikan angka pedoman yang bisa dibagi dengan pecahan suku-suku bagian
ahli waris dengan hasil yang bulat.
Misalnya : si A mendapatkan 2/3, si B
mendapatkan ¼, maka angka pokok yang bisa dibagi keduanya bukan 8,
tetapi 12 dan setersunya.
Dalam membagi harta waris setelah diketahui ta’silul masalah dan bagian setiap ahli warisnya, ada tiga cara yang bisa ditempuh.
1. Dengan cara menyebutkan pembagian masing-masing ahli waris sesuai dengan ta’silul masalahnya, lalu diberikan bagiannya.
Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan meninggalkan ahli waris : isteri, ibu dan paman. Maka ta’silul masalahnya 12, karena isteri mendapatkan 1/4, dan ibu mendapatkan 1/3.
– Isteri mendapatkan /4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000 = 30.000
– Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
– Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000 – 30.000 – 40.000 = 50.000
Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan meninggalkan ahli waris : isteri, ibu dan paman. Maka ta’silul masalahnya 12, karena isteri mendapatkan 1/4, dan ibu mendapatkan 1/3.
– Isteri mendapatkan /4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000 = 30.000
– Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
– Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000 – 30.000 – 40.000 = 50.000
2. Atau dengan mengalikan bagian setiap
ahli waris dengan jumlah harta waris, kemudian dibagi hasilnya dengan
ta’silul mas’alah, maka akan keluar bagiannya. Contoh seperti di atas,
prakterknya.
– Isteri bagiannya 3 x 120.000 = 360.000 : 12 = 30.000
– Ibu bagiannya 4 x 120.000= 480.000 : 12 = 40.000
– Paman bagiannya 5 x 120.000 = 600.000 : 12 = 50.000
– Isteri bagiannya 3 x 120.000 = 360.000 : 12 = 30.000
– Ibu bagiannya 4 x 120.000= 480.000 : 12 = 40.000
– Paman bagiannya 5 x 120.000 = 600.000 : 12 = 50.000
3. Atau membagi jumlah harta waris dengan
ta’silul mas’alah, lalu hasilnya dikalikan dengan bagian ahli waris,
maka akan keluar hasilnya.
Contoh seperti di atas, prkateknya.
-Isteri bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000
-Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000
-Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) = 50.000
Contoh seperti di atas, prkateknya.
-Isteri bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000
-Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000
-Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) = 50.000
CARA MENYELESAIKAN PERBEDAAN ANTARA SUKU BAGIAN DENGAN TA’SILUL MAS’ALAH
1. Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli waris selain suami dan isteri.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka aslul masalah 4, yaitu suami mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2. Adapun yang tersisa 1 diberikan kepada anak perempuan
1. Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli waris selain suami dan isteri.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka aslul masalah 4, yaitu suami mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2. Adapun yang tersisa 1 diberikan kepada anak perempuan
2. Jika suku bagian ahli waris (siham) melebihi ta’silul mas’alah, hendaknya ditambah (aul).
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan 2 saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3, ta’silul mas’alahnya 6, yang sudah tentu kurang, karena suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4, maka ta’silul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan 2 saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3, ta’silul mas’alahnya 6, yang sudah tentu kurang, karena suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4, maka ta’silul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.
3. Jika suku bagian ahli waris (siham)
kurang daripada ta’silul mas’alahnya, maka dikembalikan kepada ahli
warisnya selain suami dan isteri, namanya : Radd.
Misalnya : Si mati meninggalkan isteri dan seorang anak perempuan. Isteri mendapatkan 1/8, 1 anak perempuan mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 8, yaitu isteri =1, satu anak perempuan = 4 + sisa 3 = 7
Misalnya : Si mati meninggalkan isteri dan seorang anak perempuan. Isteri mendapatkan 1/8, 1 anak perempuan mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 8, yaitu isteri =1, satu anak perempuan = 4 + sisa 3 = 7
4. Jika suku bagian ahli waris (siham) sama pembagiannya dengan ta’silul mas’alahnya dinamakkan (al-adalah).
Misalnya si mati meninggalkan suami dan satu saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang saudari mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 2, yaitu suami = 1, dan seorang saudarinya = 1
Misalnya si mati meninggalkan suami dan satu saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang saudari mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 2, yaitu suami = 1, dan seorang saudarinya = 1
Jika pada waktu pembagian ada anggota
keluarga lainnya yang bukan ahli waris ikut hadir, seperti bibi atau
anak yatim, faqir miskin, maka hendaknya diberi hadiah walaupun sedikit.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا
لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir
kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu
(sekedarnya)dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. [An-Nisa
: 8]
Demikian sebagian pembahasan yang bisa
disajikan kepada pembaca. Untuk telaah lebih luas, dapat dibaca kitab
rujukan di atas dan kitab fara’idh lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
khusus (7-8)/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Aplikasi Penghitung Waris At-Tashil Online
At-Tas-hil, sebuah aplikasi penghitung waris berdasarkan
syariat Islam. Aplikasi ini dibuat untuk membantu umat Islam dalam
menghitung bagian waris berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Software
yang dikembangkan oleh KaisanSOFT dengan
bahasa Python ini dibuat untuk mempermudah umat Islam untuk menerapkan
salah satu hukum Islam, yaitu pembagian harta waris sesuai syariat yang
sudah banyak ditinggalkan di masa ini.
Setelah mengembangkan software penghitung waris at tashil untuk
desktop, kini KaisanSoft mengembangkan software tersebut agar bisa
diakses via web. Sehingga penghitungan waris dengan At Tashil kini dapat
dilakukan dimana saja secara online.
Cara penggunaannya pun mudah, langkah pertama, masukkan rincian jumlah ahli waris pada kotak-kotak yang tersedia.
Lalu pada tabel rincian saham akan muncul detail saham untuk masing-masing ahli waris
Jumlah waris = total harta waris x jumlah saham / total saham
Misalnya pada contoh diatas dengan asumsi
total harta waris adalah Rp 100.000.000,- maka bagian untuk satu orang
anak lelaki adalah:
Jumlah waris = 100.000.000 x 28 / 40 = 70.000.000
karena anak lelaki ada 2 orang maka satu orang anak lelaki mendapatkan 70.000.000 / 2 = Rp 35.000.000,-
Silakan coba aplikasi ini di alamat http://muslim.or.id/apps/waris/
Semoga bermanfaat. Silahkan kirimkan komentar dan masukan anda ke kaisansoft[at]gmail.com.
—
Artikel Muslim.Or.Id
sumber : http://almanhaj.or.id/content/2021/slash/0/pembagian-harta-waris/
Download versi offline disini:
Untuk menghitung warisan dapat menggunakan software At-Tashil. Download
Untuk menghitung warisan dapat menggunakan software At-Tashil. Download
UNTUK CARA YANG LEBIH MUDAH, SILAHKAN GUNAKAN SOFWARE YANG SATU INI
Cara menggunakannya sangat mudah:
1. Download software tersebut diatas, lalu ganti ekstensi PDF menjadi ZIP
2. Ekstrak file ZIP tersebut, jika muncul password, silahkan masukan “aslibumiayu”
3. Jalankan aplikasi EXE hasil ekstrak, jika muncul password masukan passwordnya “agung”
4.
Isi data yang diminta, diantaranya : – jumlah harta waris, – Anggota
keluarga , siapa saja silahkan dimasukan, yang sekiranya masih ada
hubungan keluarga,.
dst, .. Insya Allah Sangat mudah,
0 Response to "Tatacara Menghitung Harta Waris Dan Ketentuannya, PLUS Software Penghitung Harta Waris,"
Post a Comment